BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara Indonesia
memiliki lahan yang sangat subur untuk digunakan sebagai lahan pertanian hingga
disebut sebagai negara agraris. Diera globalisasi saat ini serta bertambahnya
penduduk setiap tahunnya, menuntut negara-negara didunia untuk mengembangkan
serta meningkatkan hasil produksi mereka tidak terkecuali negara Indonesia itu
sendiri. Untuk itu berbagai metode dan perkembangan teknologi diciptakan demi
tercapainya kebutuhan manusia yang semakin meningkat.
Agar benih dapat berkecambah secara normal,
diperlukan kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, yaitu tersedianya air, suhu,
cahaya, dan komposisi udara yang optimal Salah
satunya contoh yang sering dihadapi yaitu pada komoditas tanaman pangan. Dalam
bidang komoditas tanaman pangan, pada setiap musim tanam masih sering terjadi
masalah karena produksi benih bermutu yang belum mencukupi permintaan petani. Namun, ada kalanya benih tidak dapat berkecambah walaupun kondisi
lingkungan perkecambahan cukup optimal. Benih atau biji yang demikian disebut
sedang tidur atau dalam keadaan dormansi.
Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan
tingkat tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi.
Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang
disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk
mempertahankan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan. Dormansi benih
berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan
kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses perkecambahan
tersebut.
Dormansi adalah ketidakmampuan benih yang sudah
matang untuk berkecambah walaupun dalam kondisi lingkungan yang optimal. Benih
dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut dapat dirangsang
untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang dorman dan benih yang
mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir
perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan, maka benih dalam
keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya
mengecil, ditumbuhi cendawan dan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih
tersebut mati.
Dormansi biji atau benih padi penting untuk
diketahui karena dengan adanya dormansi, benih tidak akan berkecambah di
lapangan sebelum dipanen terutama untuk varietas yang ditanam pada musim hujan.
Dormansi pada benih dapat bersifat positif karena akan meningkatkan daya
simpan. Benih dari varietas padi yang tidak memiliki masa dormansi dapat
langsung ditanam setelah panen, namun dapat berdampak negatif karena benih akan
berkecambah di lapangan sebelum dipanen. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya deteriorasi prapanen.
1.2
Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari hambatan perkecambahan benih
akibat dormansi fisiologis pada benih.
2. Untuk mengetahui dan membandingkan beberapa cara pematahan
dormansi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi benih dapat
disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas
(oksigen),embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit
benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena
ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam
embrio (Villlers,1972 dalam Saleh, MS,
2004).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha
benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan
memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada
kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Dormansi
diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab,
mekanisme dan bentuknya.Dormansi karena immature embryo ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.Biji membutuhkan
pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering.Dormansi karena
kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Dwidjoseputro. 1983).
Biji membutuhkan suhu rendah, biasa
terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae.
Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur,
melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya.
Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi(Salisbury
dan Ross, 1995).
Di alam, dormansi karena kulit biji yang keras dapat
dipatahkan melalui perusakan kulit biji oleh mikroorganisme yang terdapat di
tanah. Pada perlakuan perendaman biji dalam lumpur, diduga mikroorganisme yang
terdapat dalam lumpur turut berperan dalam pematahan dormansi biji palem. Pada
tanah tergenang (termasuk lumpur), ruang antar partikel tanah jenuh dengan air,
konsentrasi oksigen dalam tanah berkurang, sehingga hanya mikroorganisme
anaerob yang dapat tumbuh (Bewley & Back 1982 dalam Santosa, Sujarwati, 2004).
Menurunnya perkecambahan pada benih pepaya yang dikeringkan hingga
kadar air 5% sebenarnya bukan disebabkan oleh hilangnya viabiIitas, melainkan
karena terjadinya induksi dormansi. Terjadinya induksi dormansi dan
pemecahannya perlu dipelajari agar benih dapat disimpan dengan aman pada kadar
air rendah, untuk menekan laju metabolisme dan meningkatkan daya simpannya.
Faktor lain yang telah diteliti mampu meningkatkan daya simpan benih adalah
penggunaan antioksidan (Woodstock et al. 1983 dalam Sari, M dkk, 2005).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Acara praktikum “Hambatan Perkecambahan
Benih Akibat Dormansi dan Upaya Pematahannya” dilaksanakan di Laboratorium
Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universutas Jember pada tanggal 27 April
2012 pukul 14.00 WIB-selesai.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.
Benih
padi yang baru dipanen dan lebih 10 minggu setelah panen.
2.
Larutan
KNO3 atau H2O2
3.2.2 Alat
1.
Alat
pengecambah.
2.
Pinset.
3.
Inkubator.
4.
Gelas
ukur.
5.
Gelas
piala.
6.
Kertas
merang
3.3 Cara Kerja
1.
Mempersiapkan
benih padi yang baru dipanen (dormansi) dan lebih 10 minggu setelah dipanen
(diduga tanpa dormansi), kemudian pilih benih-benih yang bernas.
2.
Membuat
larutan KNO3 3% atau H202 0,5% dengan
cara pengenceran.
3.
Mematahkan
dormansinya benih dengan perlakuan sebagai berikut :
a.
Benih
tanpa perlakuan (kontrol).
b.
Merendam
benih dalam air selama 24 jam.
c.
Mengeringkan
benih dahulu didalam inkubator bersuhu 400C selama 3 – 5 hari.
d.
Menanam
benih diatas substrat kertas merang yang telah dilembabkan dengan KNO3
3% atau H2O2 0,5%.
4.
Menanam
benih yang telah mendapat perlakuan diatas dengan metode UKDdp dengan cara :
a.
Menghamparkan
selembar plastik transparan tipis ukuran 20 x 30 cm.
b.
Menyiapkan
3-4 lembar kertas merang lembab ukuran 20 x 30 cm dan letakkan terhampar diatas
lembar plastik tadi.
c.
Menanam
25-50 butir benih padi diatas substrat dengan cara menyusun secara baris dalam
bentuk berselang-selang (gigi walang).
d.
Menutup
substrat yang telah ditanami dengan 2-3 lembar kertas lembab lainnya.
e.
Menggulung
substrat kertas yang ditutupi (beri label perlakuan), dan tempatkan hasil
gulungan dengan posisi vertikan dalam alat pengecambah.
5.
Selalu
menjaga kelembaban substrat setiap saat.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel
hasil pengamatan hambatan perkecambahan benih akibat dormansi
Perlakuan
|
Ulang
an
|
Perkecambahan
(%)
|
|||||
Hari
ke-3
|
Hari
ke-7
|
||||||
Normal
|
Mati
|
Normal
|
Abnormal
|
Mati
|
|||
Benih baru dipanen (dormansi)
|
Kontrol
|
1
2
3
|
9
12
25
|
-
-
-
|
5
7
4
|
1
4
2
|
24
14
19
|
Direndam
selama 24 jam
|
1
2
3
|
23
11
25
|
-
-
-
|
24
11
13
|
2
2
10
|
4
12
2
|
|
Dipanaskan
40ºC selama 3-5 hari
|
1
2
3
|
5
1
3
|
-
-
-
|
23
18
20
|
1
6
2
|
6
1
3
|
|
Ditanam
dlm KNO3 3% atau H2O2 0,5 %
|
1
2
3
|
-
1
-
|
-
-
-
|
7
3
3
|
1
5
7
|
22
17
15
|
|
Benih lebih 10 ming gu sete lah panen (tanpa
dormansi)
|
Kontrol
|
1
2
3
|
-
12
-
|
-
-
-
|
1
1
-
|
1
-
-
|
23
1
25
|
Direndam
selama 24 jam
|
1
2
3
|
-
12
-
|
-
-
-
|
2
22
-
|
-
-
-
|
23
3
25
|
|
Dipanaskan
40ºC selama 3-5 hari
|
1
2
3
|
1
22
3
|
-
-
-
|
-
22
15
|
1
-
2
|
24
3
8
|
|
Ditanam
dlm KNO3 3% atau H2O2 0,5 %
|
1
2
3
|
-
1
-
|
-
-
-
|
-
2
-
|
2
-
-
|
23
23
25
|
4.2 Pembahasan
Praktikum hambatan
perkecambahan benih akibat dormansi dan upaya pematahannya kali ini mengunakan
dua macam benih yaitu benih baru di panen dan benih lebih 10 minggu setelah panen dengan
jumlah masing-masing 25 biji dengan perlakuan yang berbeda dan dilakukan pengamatan
pada hari ke-3 dan hari ke-7 dengan tiga kali ulangan.
Pematahan dormansi
dengan cara dipanaskan merupakan cara yang sangan efektif dibandingkan dengan
cara yang lain seperti perendaman air, dan KNO3. Pada hari ke-7 perkecambahan
biji padi pada perlakuan dipanaskan berjumlah 61 untuk biji baru dipanen,
sedangkan untuk biji lama berjumlah 37. Dibandingkan dengan perlakuan yang lain
pematahan dormansi dengan dipanaskan menghasilkan lebih banyak keberhasilannya
dari pada kegagalannya. Bji yang mengalami kematian pada perlakuan dipanaskan
untuk biji baru 10 dan biji lama 25. Pemanasan pada biji padi berfungsi untuk
menghasilkan biji padi yang kering.
Pematahan dormansi bisa
dilakukan dengan beberapa cara dan masing-masing dari pematahan tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan.Ada beberapa cara yang telah diketahui
adalah : Pada prinsipnya ada tiga metode pematahan dormansi, yaitu cara
mekanis, fisiologis, dan kimia. Cara mekanis seperti skarifikasi fisik dan
asam, biasanya digunakan pada benih-benih yang inpermeabel terhadap air dan gas
karena kekerasan kulit benihnya. Cara fisiologis biasanya menggunakan suhu
tinggi atau rendah, tinggi dan rendah bergantian dan penggunaan suhu terus
menerus pada suhu tertentu. Cara kimia, menggunakan bahan-bahan kimia seperti
KNO3, H2O2, hormon tumbuh dan zat kimia lainnya. Dari percobaan yang telah
dilakukan diketahui bahwa macam – macam hambatan dormansi akibat dari dormansi
fisiologis antara lain photodormancy yaitu proses fisiologis dalam biji
terhambat oleh keberadaan cahaya, immature
embryo yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio
yang tidak/belum matang, dan thermodormancy
yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu.Kecepatan berkecambah
dihitung dengan cara membagi jumlah kecambah normal pada hari ke-4 dengan
jumlah total biji yang dikecambahkan dikali 100%. Sedangkan untuk daya
berkecambah dihitung dengan membagi jumlah kecambah normal pada hari ke-7
dengan jumlah total biji yang dikecambahkan dikali 100%, sehingga didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Kecepatan
Berkecambah
Kecepatan berkecambah
|
||
perlakuan
|
Padi baru
|
Padi lama
|
Control
|
57,5%
|
1%
|
Direndam air
|
73%
|
16%
|
Dipanaskan
|
55%
|
33%
|
Direndam KNO3
|
39%
|
1%
|
Tabel 2. Daya
Berkecambah
Daya berkecambah
|
||
Perlakuan
|
Padi baru
|
Padi lama
|
Kontrol
|
20%
|
29%
|
Direndam air
|
60%
|
32%
|
Dipanaskan
|
76%
|
49%
|
Direndam KNO3
|
16%
|
7,6%
|
Proses awal perkecambahan yaitu dengan penyerapan air dari lingkungan
sekitar biji baik tanah, udara, maupun media lainnya , perubahan yang teramati
adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi. Efek yang terjadi
adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji
melunak.kehadiran air dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan
awal.fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberilin
meningkat.perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel dibagian yang
aktif melakukan mitosis seperti di bagian ujung radikula.akibatnya ukuran
radikula makin membesar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam,yang pada
akhirnya pecah.pada tahap ini persyaratan bahwa cangkang biji cukup lunak bagi
embrio untuk pecah.
Peristiwa dormansi
menimbulkan beberapa kerugian seperti pertumbuhan yang tidak serempak dan
mengganggu ketepatan musim tanam. Pematahan dormansi fisiologis dilakukan
dengan merendam benih dalam larutan KNO3. Larutan KNO3 berfungsi untuk
mengaktifkan kembali proses metabolisme benih, sehingga benih mampu
berkecambah. Dormansi fisik berupa kondisi fisik benih yang menyebabkan
terhambatnya proses perkecambahan seperti tebalnya kulit benih. Dormansi
fisiologis terjadi karena terhambatnya proses metabolisme benih seperti
peristiwa embrio rudimenter, after ripening, dan keseimbangan hormonal.
Penyebab
dormansi pada padi yang baru dipanen adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih – benih demikian
memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka
waktu penyimpanan ini berbeda – beda dari kurun waktu beberapa hari sampai
beberapa tahun tergantung jenis benih. Sebagian
besar benih padi mempunyai sifat dorman. Dormansi benih padapadi menyebabkan beberapa varietas padi yang baru
dipanen tidak tumbuh jikaditanam pada kondisi optimum
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dormansi
dapat disebabkan oleh : 1) Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang
disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit
keluar masuknya air ke dalam benih. 2) Respirasi yang tertukar, karena adanya
membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran
udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses
metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. 3) Resistensi mekanis
kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga
menghalangi pertumbuhan embrio. Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa cara,
diantaranya : dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia, perlakuan perendaman
dengan air, perlakuan pemberian temperature tertentu, perlakuan dengan cahaya.
5.2
Saran
Praktikum
pematahan dormansi sebaiknya kelembaban media harus selalu dijaga, kebutuhan
air, cahaya dan suhu setiap hari agar pematahan dormansi benih dapat berhasil.
Praktikan sebaiknya teliti dalam praktikum ini agar kelak dapat bermanfaat pada
saat terjun langsung dilapang.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1983. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia
Saleh, M.S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik
Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Agrosains
Vol. 6(2): 79-83.
Salisbury, Frank B dan Cleon Wross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Sari, Maryati. 2005. Pengaruh Sarcotesta dan Pengeringan Benih
serta Perlakuan Pendahuluan terhadap Viabilitas dan Dormansi Benih Pepaya. Bul. Agron. Vol. 33 (2) 23 – 30.
Sujarwati. 2004 . Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang (Actinophloeus macarthurii Becc.)
akibat Perendaman Biji dalam Lumpur.
Jurnal Natur Indonesia Vol. 6(2): 99-103.
Great, great post! It’s something I have never thought about, really, but it makes a whole lot of sense. Thanks for sharing
BalasHapusEarth Moving Spare