MAKALAH
PENGENDALIAN WERENG COKLAT PADA TANAMAN PADI YANG
EKONOMIS DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
(Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen
Usaha Pertanian)
Oleh:
DENI
SETYAWAN
NIM:
111510501088
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2012
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Padi
merupakan kebutuhan utama dalam hal sumberdaya pangan khususnya diwilayah Indonesia
yang mayoritas masyarakatnya mengkonsumsi beras atau nasi sebagai makanan pokok.
Namun keyataannya produktivitas sector pertanian, khususnya padi terus merosot padahal
kebutuhan akan padi terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Penyebab merosotnya hasil usaha tani khususnya padi,dikarenakan oleh beberapa faktor
salah satunya yaitu faktorbiotis.
Faktor
biotis atau faktor hidup yaitu faktor yang disebabkan oleh makhluk hidup yang
menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti hewan atau binatang, serangga,
jasad mikro atau pun submikro dan lain sebagainya. Faktor biotis sering disebut
dengan faktor OPT. Setelah diketahui bahwa faktor tersebut sebagai pembatas dan
penyebab merosotnya produksi pertanian, maka usaha untuk meningkatkan dan mengurangi
kehilangan hasil mulai dilaksanakan.
Pada
tahun lima puluhan, terjadi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan. Memang pada kenyataan terjadi
peningkatan. Tetapi setelah diketahui efek negatifnya, maka penggunaan DDT
dilarang.Pada tahun enam puluhan terjadi revolusi hijau (”Green revolution”)
yang lebih intensif dalam penggunaan varietas berpotensi hasil tinggi,anakan
yang banyak, pengaturan tata air, perlindungan tanaman dan pemupukan. Pada awalnya,
usaha ini memberikan hasil memuaskan, namun efek negatif tersebut berupa timbulnya
hama dan patogen yang tahan terhadap pestisida, residu bahan kimia dalam tanah dan
tanaman, dan kerusakan tanaman. Akibat berbagai efek negatif yang terjadi dari penggunaan
bahan kimia, maka mulaidigunakan pengendalian jasad hidup yang dikenal dengan pengendalian
biologi (”Biologic control”). Dalam metode ini dimanfaatkan serangga dan
mikroorganisme yang bersifat predator, parasitoid, dan peracun.
Upaya
meningkatkan hasil pertanian khususnya dalam mengatasi serangan Opt terus berkembang, dan lebih cenderung memperhatikan beberapa aspek
seperti keamanan lingkungan, kesehatan manusia dan ekonomi, maka muncul istilah
”integrated pest control”, integrated pest control dan selanjutnya menjadi
integrated pest management (IPM), dan dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Konsep PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian
hama yang dihasilkan melalui pertemuan panel ahli FAO di Roma tahun1965. Di
Indonesia, konsep PHT mulai dimasukkan dalam Keputusan Presiden No. 3 tahun
1986 dan UU No.12/1992 tentang sistem budidaya tanaman.
Oleh karena itu,maka mulai
dikembangkan pestisida nabati. Lebih dari 1500 jenis tumbuhan dari berbagai
penjuru dunia diketahui dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Di Filipina,
tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan telah diketahui mengandung bahan aktif
insektisida. Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili
tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati antara
lain Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae. Selain
bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tersebut juga memiliki sifat
sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida maupun
rodentisida. Jenis pestisida yang berasal dari tumbuhan tersebut dapat
ditemukan di sekitar tempat tinggal petani,
dapat disiapkan dengan mudah menggunakan bahan serta peralatan sederhana.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui
penyebab produksi padi di Indonesia Menurun.
2. Mengetahui cara
pengendalian secara hayati agar produksi padi tidak menurun.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apakah yang menyebabkan
produksi padi di Indonesia Menurun?
2. Bagaimanakah cara
pengendalian secara hayati agar produksi padi tidak menurun?
BAB
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman
padi memiliki peran yang besar sebagai salah satu komoditi pangan di Indonesia
dan padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Kebutuhan padi di Indonesia selalu bertambah dari tahun ke tahun sesuai dengan
pertumbuhan penduduk. Tetapi terdapat masalah besar yang dihadapi petani
teruatama sejak dimulainya revolusi hijau adalah serangan hama yang dapat
menghancurkan tanaman. Seiring dengan perjalanan waktu, lambat laun masalah
hama ini menjadi perhatian utama (Loekman S, 2002). Dekade tarakhir, masyarakat mulai memperhatikan persoalan
lingkungan dan ketahanan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan
sumberdaya tanah, air dan uadar. Teknologi modern mempunyai ketergantungan
tinggi terhadap bahan kimia, seperti pupuk kimia, pestisida dan bahan kimia
pertanian lainnya yang lebih diminati oleh petani daripada pertanian yang ramah
lingkungan (Sutanto, 2006). Pengembangan
pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan
atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Dengan
demikian pertanian berkelanjutan tidak mungkin begitu saja dilaksanakan tanpa
dukungan petani (Reintjes dkk, 1999). Penggunaan
pestisida alami dipandang lebih arif mengingat penggunaan pestisida sintesis
ternyata berdampak buruk antara lain munculnya ketahanan hama terhadap
pestisida, membengkaknya biaya produksi untuk membeli pestisida serta timbulnya
dampak negatif penggunaan pestisida serta timbulnya dampak negatif penggunaan
pestisida terhadap manusia, lingkungan dan ternak (Octavia dkk, 2008). Pengendalian
hama dengan menggunakan pestisida alami dapat dijadikan pilihan paling murah
dan lestari. Pestisida organik yang bersifat mudah teruarai menjadi bahan tidak
berbahay dan juga dapat pula dipergunakan sebagai bahan pengusir/repelen
terhadap serangga dan hama tertentu, menjadikannya alternatif yang ramah
lingkungan (Octavia dkk, 2008). Salah satu tanaman yang
dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah tanaman babadotan (ageratum
conyzoides). Babadotan merupakan tanaman semak yang tumbuh secara liar dan
sering dianggap sebagai gulma tanaman budidaya. Keuntungan dari penggunaan
ekstrak babadotan sebagai pestisida nabati adalah bahwa pestisida ini mudah
terurai dialam (bio degradasi) dan tidak meracuni lingkungan serta relatif aman
bagi manusia dan ternak ( Widiastuti dan Shinta, 2008).
BAB
3 PEMBAHASAN
Masalah
yang dihadapi petani padi adalah serangan hama yang sulit dikendalikan dan
menyebabkan kerusakan pada tanaman yang mengakibatkan kerugian bagi petani.
Masalah hama merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam pertanian. Hama
merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan
produksi pangan khususnya beras. Kurang lebih 100 spesies serangan hama
menyerang tanaman padi, hanya sekitar 20 spesies yang menyebabkan kerusakan
yang berarti. Salah satu hama utama tanaman padi adalah hama wereng coklat dan
keong mas. Wereng
coklat merupakan hama penting pada tanaman padi di Indonesia. Hama ini mampu
membentuk populasi cukup besar dalam waktu singkat dan merusak tanaman pada
semua fase pertumbuhan. Kerusakan tanaman disebabkan oleh kegiatan makan dengan
menghisap cairan pelepah daun. Untuk
mengatasi kendala hama tersebut, petani banyak yang menggunaka pestisida kimia
atau sintetis tanpa memikirkan akibat dari penggunaan pestisida tersebut.
Dampak negatif dari pestisda kimia antara lin hama menjadi kebal terhadap
pestisda yang diberikan secara terus –menerus. Pestisida tidak hanya membunuh
organisme yang menyebabkan kerusakan tanaman, namun juga membunuh organisme
yang berguna seperti musuh alami hama (predator). Pestida kimia juga
mengakibatkan residu. Karena sebagian besar
pestida kimia masuk ke uadara tanah atau air yang dapat membahayakan
kehidupan organisme lain dan manusia. Pestisida kimia tidak mudah terurai dan akan terserap dalam rantai makanan dan
membahayakan hewan, manusia dan juga lingkungan. Penggunaan pestisida nabati merupakan inovasi alternatif dalam
mengahadapi hama tanaman yang resisten terhadap penggunaan pestisida kimia,
karena pestisida nabati adalah suatu
teknologi pengendalian hama yang ramah lingkungan, tidak menyebabkan
residu kimia dan keracunan bagi pelaku
produksi dan juga konsumen. Pestisida nabati merupakn pestida yang terbuat dari
tumbuhan salah satunya tumbuhan liar babadotan (ageratum conyzoldes L.). Babadotan
( Ageratium conyzoides L.) adalah tumbuha herba setahun yang memiliki sejarah
panjang dalam pengobatan tradisional yang digunkan dibeberapa dunia. Tumbuhan
ini memiliki zat bioaktif yang dapat digunakan untuk memberantas aktivitas
serangga dan cacing atau biasa disebut sebagai pestisida. Babadotan memiliki
senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai insektisida dan nematisida. Kandungan senyawa
bioaktif yang terkandung dalam babadotan tersebut adalah saponin, flavanoid, polifenol,
kumarine, eugenol 5%, HCN dan minyak astiri. Berikut
adalah contoh pengaruh aplikasi pestisida nabati dan kimia pada padi untuk
mengatasi hama koeng mas.
Dari
data tersebut terlihat bahwa peran saponin yang terdapat dalam babadotan dalam
mengurangi kerusakan tanaman akibat hama keong mas sangat berbeda nyata dengan
kontrol dan merupakan perlakuan yang terbaik dari perlakuan yang lainnya. Hal
ini dikarenakan karena babadotan merupakan tanaman liar yang memilki keunggulan
dibandingkan dengan yang lainnya yaitu memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi
sebagai insektisida yang mampu mencegah hama mendekati tanaman (penolak) dan
menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa. Teknologi
penggunaan pestisida babadotan dalam pengendalian hama wereng coklat tanaman
padi, jika ditinjau dari segi ekonomi sangat membantu petani karena adanya
teknologi ini dapat menekan pengunaan pestisida kimia yang harganya sudah semakin
melonjak. Berikut
adalah data analisis dan benefit cost rasio penggunaan pestisida babadotan dan
pestisida kimia pada tanaman padi
Sesuai
analisis pendapatan, penggunaan pestisida babadotan lebih menguntungkan Rp 12.
500 dibandingkan menggunakan pestisida sintesis. Sedangkan analisis B/C ratio
diperoleh hasil 1,15 artinya setiap pengeluaran Rp 1 menghasilkan Rp 1,15 dan
B/C ratio menggunakan pestisida kimia adalah 1,00 artinya setiap pengeluaran Rp
1 menghasilkan Rp 1,00. Ini menandakan penggunaan kedua pestisida layak
diterapkan tetapi penggunaan pestisida Babadotan lebih menguntungkan Rp 0,15
atau sebesar 15% dibandingkan menggunakan pestisida kimia.
BAB
4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Hama
merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan
produksi pangan khususnya padi.
2. Wereng
coklat merupakan hama penting pada tanaman padi di Indonesia. Hama ini mampu
membentuk populasi cukup besar dalam waktu singkat dan merusak tanaman pada
semua fase pertumbuhan.
3. Penggunaan
pestisida nabati merupakan alternatif dalam pengendalian hama salah satunya
babadotan yaitu
memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai insektisida dan nematisida.
4.2
Saran
Dalam
pengendalian hama dan penyakit sebaiknya dilakukan dengan dengan cara
pengendalian secara hayati. Pengendalian secara hayati terbukti lebih ekonomis
dan yang paling penting adalah tidak menimbulkan residu bagi lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Octavia,dkk. 2008. Keanekaragaman
Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.V
(4) : 355-365.
Widiastuti dan Shinta.
2008. Uji efikasi Ekstrak Daun Babadotan sebagai Insektisida Nabati terhadap
Lalat Rumah (Musca domestica) di Laboratorium. Balaba (2) : 7-10.
Taba, dkk. 2007.
Evaluasi Penyuluhan dan Analisa Usahatani PEnggunaan Pestisida Nabati Babadotan
(ageratum conyzoides) pada Hama Wereng Coklat (Nilaparvarta lugens Stal). Agrisistem 3 (2).
Loekman S. 202. Paradigm Baru Pembangunan Pertanian.
Kanisius : Yogyakarta.
Reintjes, C., dkk.
1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius
: Yogyakarta.
Sutanto, R. 2006. Pertanian Organik. Kanisius :
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar