Selasa, 11 Desember 2012

Laporan Uji Kedalaman Tanam

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
            Negara Indonesia memiliki lahan yang sangat subur untuk digunakan sebagai lahan pertanian hingga disebut sebagai negara agraris. Diera globalisasi saat ini serta bertambahnya penduduk setiap tahunnya, menuntut negara-negara didunia untuk mengembangkan serta meningkatkan hasil produksi mereka tidak terkecuali negara Indonesia itu sendiri. Untuk itu berbagai metode dan perkembangan teknologi diciptakan demi tercapainya kebutuhan manusia yang semakin meningkat.
Agar benih dapat berkecambah secara normal, diperlukan kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, yaitu tersedianya air, suhu, cahaya, dan komposisi udara yang optimal Salah satunya contoh yang sering dihadapi yaitu pada komoditas tanaman pangan. Dalam bidang komoditas tanaman pangan, pada setiap musim tanam masih sering terjadi masalah karena produksi benih bermutu yang belum mencukupi permintaan petani. Namun, ada kalanya benih tidak dapat berkecambah walaupun kondisi lingkungan perkecambahan cukup optimal. Benih atau biji yang demikian disebut sedang tidur atau dalam keadaan dormansi.
Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan tingkat tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi. Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk mempertahankan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses perkecambahan tersebut.
Dormansi adalah ketidakmampuan benih yang sudah matang untuk berkecambah walaupun dalam kondisi lingkungan yang optimal. Benih dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan, maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan dan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati.
Dormansi biji atau benih padi penting untuk diketahui karena dengan adanya dormansi, benih tidak akan berkecambah di lapangan sebelum dipanen terutama untuk varietas yang ditanam pada musim hujan. Dormansi pada benih dapat bersifat positif karena akan meningkatkan daya simpan. Benih dari varietas padi yang tidak memiliki masa dormansi dapat langsung ditanam setelah panen, namun dapat berdampak negatif karena benih akan berkecambah di lapangan sebelum dipanen. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya deteriorasi prapanen.

1.2    Tujuan
1.     Untuk mengetahui dan mempelajari hambatan perkecambahan benih akibat dormansi fisiologis pada benih.
2.     Untuk mengetahui dan membandingkan beberapa cara pematahan dormansi.














BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen),embrio yang belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Villlers,1972 dalam Saleh, MS, 2004).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering.Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Dwidjoseputro. 1983).
Biji membutuhkan suhu rendah, biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi(Salisbury dan Ross, 1995).
Di alam, dormansi karena kulit biji yang keras dapat dipatahkan melalui perusakan kulit biji oleh mikroorganisme yang terdapat di tanah. Pada perlakuan perendaman biji dalam lumpur, diduga mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur turut berperan dalam pematahan dormansi biji palem. Pada tanah tergenang (termasuk lumpur), ruang antar partikel tanah jenuh dengan air, konsentrasi oksigen dalam tanah berkurang, sehingga hanya mikroorganisme anaerob yang dapat tumbuh (Bewley & Back 1982 dalam Santosa, Sujarwati, 2004).
Menurunnya perkecambahan pada benih pepaya yang dikeringkan hingga kadar air 5% sebenarnya bukan disebabkan oleh hilangnya viabiIitas, melainkan karena terjadinya induksi dormansi. Terjadinya induksi dormansi dan pemecahannya perlu dipelajari agar benih dapat disimpan dengan aman pada kadar air rendah, untuk menekan laju metabolisme dan meningkatkan daya simpannya. Faktor lain yang telah diteliti mampu meningkatkan daya simpan benih adalah penggunaan antioksidan (Woodstock et al. 1983 dalam Sari, M dkk, 2005).




















BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu
Acara praktikum “Hambatan Perkecambahan Benih Akibat Dormansi dan Upaya Pematahannya” dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universutas Jember pada tanggal 27 April 2012 pukul 14.00 WIB-selesai.

3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.     Benih padi yang baru dipanen dan lebih 10 minggu setelah panen.
2.     Larutan KNO3 atau H2O2

3.2.2 Alat
1.     Alat pengecambah.
2.     Pinset.
3.     Inkubator.
4.     Gelas ukur.
5.     Gelas piala.
6.     Kertas merang

3.3 Cara Kerja
1.     Mempersiapkan benih padi yang baru dipanen (dormansi) dan lebih 10 minggu setelah dipanen (diduga tanpa dormansi), kemudian pilih benih-benih yang bernas.
2.     Membuat larutan KNO3 3% atau H202 0,5% dengan cara pengenceran.
3.     Mematahkan dormansinya benih dengan perlakuan sebagai berikut :
a.      Benih tanpa perlakuan (kontrol).
b.     Merendam benih dalam air selama 24 jam.
c.      Mengeringkan benih dahulu didalam inkubator bersuhu 400C selama 3 – 5 hari.
d.     Menanam benih diatas substrat kertas merang yang telah dilembabkan dengan KNO3 3% atau H2O2 0,5%.
4.     Menanam benih yang telah mendapat perlakuan diatas dengan metode UKDdp dengan cara :
a.       Menghamparkan selembar plastik transparan tipis ukuran 20 x 30 cm.
b.      Menyiapkan 3-4 lembar kertas merang lembab ukuran 20 x 30 cm dan letakkan terhampar diatas lembar plastik tadi.
c.       Menanam 25-50 butir benih padi diatas substrat dengan cara menyusun secara baris dalam bentuk berselang-selang (gigi walang).
d.      Menutup substrat yang telah ditanami dengan 2-3 lembar kertas lembab lainnya.
e.       Menggulung substrat kertas yang ditutupi (beri label perlakuan), dan tempatkan hasil gulungan dengan posisi vertikan dalam alat pengecambah.
5.     Selalu menjaga kelembaban substrat setiap saat.

















BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel hasil pengamatan hambatan perkecambahan benih akibat dormansi
Perlakuan
Ulang an
Perkecambahan (%)
Hari ke-3
Hari ke-7
Normal
Mati
Normal
Abnormal
Mati
Benih baru dipanen (dormansi)
Kontrol
1
2
3
9
12
25
-
-
-
5
7
4
      
1
4
2

24
14
19
Direndam selama 24 jam
1
2
3
23
11
25
-
-
-
24
11
13
2
2
10
4
12
2
Dipanaskan 40ºC selama 3-5 hari
1
2
3
5
1
3
-
-
-
23
18
20
1
6
2
6
1
3
Ditanam dlm KNO3 3% atau H2O2 0,5 %
1
2
3
-
1
-
-
-
-
7
3
3
1
5
7
22
17
15
Benih lebih 10 ming gu sete lah panen (tanpa dormansi)
Kontrol
1
2
3
-
    12
-
-
-
-
1
1
-
1
-
-
23
1
25
Direndam selama 24 jam
1
2
3
-
12
-
-
-
-
2
22
-
-
-
-
23
3
25
Dipanaskan 40ºC selama 3-5 hari
1
2
3
1
22
3
-
-
-
-
22
15
1
-
2
24
3
8
Ditanam dlm KNO3 3% atau H2O2 0,5 %
1
2
3
-
1
-
-
-
-
-
2
-
2
-
-
23
23
25

4.2 Pembahasan
Praktikum hambatan perkecambahan benih akibat dormansi dan upaya pematahannya kali ini mengunakan dua macam benih yaitu benih baru di panen  dan benih lebih 10 minggu setelah panen dengan jumlah masing-masing 25 biji dengan perlakuan yang berbeda dan dilakukan pengamatan pada hari ke-3 dan hari ke-7 dengan tiga kali ulangan.
Pematahan dormansi dengan cara dipanaskan merupakan cara yang sangan efektif dibandingkan dengan cara yang lain seperti perendaman air, dan KNO3. Pada hari ke-7 perkecambahan biji padi pada perlakuan dipanaskan berjumlah 61 untuk biji baru dipanen, sedangkan untuk biji lama berjumlah 37. Dibandingkan dengan perlakuan yang lain pematahan dormansi dengan dipanaskan menghasilkan lebih banyak keberhasilannya dari pada kegagalannya. Bji yang mengalami kematian pada perlakuan dipanaskan untuk biji baru 10 dan biji lama 25. Pemanasan pada biji padi berfungsi untuk menghasilkan biji padi yang kering.
Pematahan dormansi bisa dilakukan dengan beberapa cara dan masing-masing dari pematahan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.Ada beberapa cara yang telah diketahui adalah : Pada prinsipnya ada tiga metode pematahan dormansi, yaitu cara mekanis, fisiologis, dan kimia. Cara mekanis seperti skarifikasi fisik dan asam, biasanya digunakan pada benih-benih yang inpermeabel terhadap air dan gas karena kekerasan kulit benihnya. Cara fisiologis biasanya menggunakan suhu tinggi atau rendah, tinggi dan rendah bergantian dan penggunaan suhu terus menerus pada suhu tertentu. Cara kimia, menggunakan bahan-bahan kimia seperti KNO3, H2O2, hormon tumbuh dan zat kimia lainnya. Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa macam – macam hambatan dormansi akibat dari dormansi fisiologis antara lain photodormancy yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya, immature embryo yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang, dan thermodormancy yaitu proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu.Kecepatan berkecambah dihitung dengan cara membagi jumlah kecambah normal pada hari ke-4 dengan jumlah total biji yang dikecambahkan dikali 100%. Sedangkan untuk daya berkecambah dihitung dengan membagi jumlah kecambah normal pada hari ke-7 dengan jumlah total biji yang dikecambahkan dikali 100%, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Kecepatan Berkecambah
Kecepatan berkecambah
perlakuan
Padi baru
Padi lama
Control
57,5%
1%
Direndam air
73%
16%
Dipanaskan
55%
33%
Direndam KNO3
39%
1%

Tabel 2. Daya Berkecambah
Daya berkecambah
Perlakuan
Padi baru
Padi lama
Kontrol
20%
29%
Direndam air
60%
32%
Dipanaskan
76%
49%
Direndam KNO3
16%
7,6%

Proses awal perkecambahan yaitu dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji baik tanah, udara, maupun media lainnya , perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji melunak.kehadiran air dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal.fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberilin meningkat.perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel dibagian yang aktif melakukan mitosis seperti di bagian ujung radikula.akibatnya ukuran radikula makin membesar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam,yang pada akhirnya pecah.pada tahap ini persyaratan bahwa cangkang biji cukup lunak bagi embrio untuk pecah.
Peristiwa dormansi menimbulkan beberapa kerugian seperti pertumbuhan yang tidak serempak dan mengganggu ketepatan musim tanam. Pematahan dormansi fisiologis dilakukan dengan merendam benih dalam larutan KNO3. Larutan KNO3 berfungsi untuk mengaktifkan kembali proses metabolisme benih, sehingga benih mampu berkecambah. Dormansi fisik berupa kondisi fisik benih yang menyebabkan terhambatnya proses perkecambahan seperti tebalnya kulit benih. Dormansi fisiologis terjadi karena terhambatnya proses metabolisme benih seperti peristiwa embrio rudimenter, after ripening, dan keseimbangan hormonal.
Penyebab dormansi pada padi yang baru dipanen adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Benih – benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda – beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Sebagian besar benih padi mempunyai sifat dorman. Dormansi benih padapadi menyebabkan beberapa varietas padi yang baru dipanen tidak tumbuh jikaditanam pada kondisi optimum


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dormansi dapat disebabkan oleh : 1) Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih. 2) Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. 3) Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa cara, diantaranya : dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia, perlakuan perendaman dengan air, perlakuan pemberian temperature tertentu, perlakuan dengan cahaya.

5.2 Saran
Praktikum pematahan dormansi sebaiknya kelembaban media harus selalu dijaga, kebutuhan air, cahaya dan suhu setiap hari agar pematahan dormansi benih dapat berhasil. Praktikan sebaiknya teliti dalam praktikum ini agar kelak dapat bermanfaat pada saat terjun langsung dilapang.







DAFTAR PUSTAKA


Dwidjoseputro. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia

Saleh, M.S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Agrosains Vol. 6(2): 79-83.
Salisbury, Frank B dan Cleon Wross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB.
Sari, Maryati. 2005. Pengaruh Sarcotesta dan Pengeringan Benih serta Perlakuan Pendahuluan terhadap Viabilitas dan Dormansi Benih Pepaya. Bul. Agron. Vol. 33 (2) 23 – 30.
Sujarwati. 2004 . Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang (Actinophloeus macarthurii Becc.) akibat Perendaman Biji dalam Lumpur. Jurnal Natur Indonesia Vol. 6(2): 99-103.