TEKNIK
BUDIDAYA SORGHUM
PRODUKSI
TANAMAN II (BAGIAN TANAH)
Kelompok
3
Deni
Setyawan (111510501088)
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sorgum
merupakan genus yang terdiri dari 20 spesies rumput-rumputan, berasal dari
kawasan tropis hingga subtropis di Afrika Timur, dengan satu spesies di
antaranya berasal dari Meksiko. Tanaman ini dibudidayakan di Eropa Selatan,
Amerika Tengah dan Asia Selatan. Sorgum merupakan tanaman dari keluarga Poaceae
dan marga Sorghum. Sorgum sendiri memiliki 32 spesies. Diantara
spesies-spesies tersebut, yang paling banyak dibudidayakan adalah spesies Sorghum
bicolor (japonicum). Tanaman yang lazim dikenal masyarakat Jawa
dengan nama “Cantel” ini sekeluarga dengan tanaman serealia lainnya
seperti padi, jagung, hanjeli dan gandum serta tanaman lain seperti bambu
dan tebu. Sorgum (Sorghum
bicolor L.) adalah tanaman serealia yang potensial untuk
dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan
kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi
yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih
sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibading tanaman pangan
lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi,
sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun
pakan ternak alternatif.
Tanaman
sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah
Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, dan biasanya
petani menanamnya secara tumpang sari dengan tanaman pangan lainnya. Produksi
sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia
di pasar-pasar.
Sorgum
bukan merupakan tanaman asli Indonesia tapi berasal dari wilayah sekitar sungai
Niger di Afrika. Domestikasi sorgum dari Etiopia ke Mesir dilaporkan telah
terjadi sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Sekarang, sekitar 80 % areal
pertanaman sorgum berada di wilayah Afrika dan Asia, namun produsen sorgum
dunia masih didominasi oleh Amerika Serikat, India, Nigeria, Cina, Mexico,
Sudan dan Argentina.
Di
Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani khususnya di Jawa, NTB dan NTT.
Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, sering ditanam oleh petani sebagai
tanaman sela atau tumpang sari dengan tanaman lainnya. Budidaya, penelitian dan
pengembangan tanaman sorgum di Indonesia masih sangat terbatas, bahkan secara
umum produk sorgum belum begitu populer di mastarakat. Padahal sorgum memiliki
potensi besar untuk dapat dibudidayakan dan dikembangkan secara komersial
karena memiliki daya adaptasi luas, produktivitas tinggi, perlu input relatif
lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta lebih toleran
kondisi marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam). Dengan daya adaptasi
sorgum yang luas tersebut membuat sorgum berpeluang besar untuk dikemangkan di
Indonesia sejalan dengan optimalisasi pemanfaatan lahan kosong, yang
kemungkinan berupa lahan marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif
lainnya.
1.2
Tujuan
Mengetahui
teknik budidaya tanaman sorgum secara baik dan benar.
1.3
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teknik penyiapan lahan
tanaman sorgum?
2. Bagaimanakah pengolahan tanah pada
tanman sorgum?
3.
Bagaimanakah
teknik pemupukan pada tanaman sorgum secara baik dan benar?
4.
Bagaimanakah
pengairan yang tepat pada tanaman sorgum?
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
ilmiah tanaman sorgum menurut USDA (United States Departement of
Agriculture) adalah sebagai berikut:
Kerajaan:
Plantae
Subkerajaan:
Tracheobionta
Superdivisi:
Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas:
Liliopsida
Subkelas:
Commelinidae
Ordo:
Cyperales
Famili:
poaceae
Genus:
Sorghum Moench
Spesies:
Sorghum Bicolor L.
Sorgum (Sorghum
bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai
potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi
yang luas. Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi
pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/ penyakit. Biji
sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan serta bahan baku industri pakan dan
pangan seperti industri gula, monosodium glutamat (MSG), asam amino, dan industri
minuman. Dengan kata lain, sorgum merupakan komoditas pengembang untuk
diversifikasi industri secara vertikal (Sirappa, 2003).
Sorgum
mempunyai potensi cukup besar sebagai bahan pangan, namun pemanfaatannya belum
berkembang karena pengupasan biji sorgum cukup sulit dilaksanakan. Di
Indonesia, biji sorgum digunakan sebagai bahan makanan substitusi beras, namun
karena kandungan taninnya cukup tinggi (0,40−3,60%), hasil olahannya kurang
enak. Menurut Sudaryono (1996), masalah ini telah dapat diatasi dengan
memperbaiki teknologi pengolahan. Kulit biji dan lapisan testa dikikis dengan
menggunakan mesin penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” atau
“Satake Polisher Rice Machine” yang dilengkapi dengan silinder gurinda
batu dengan permukaan yang kasar. Kandungan nutrisi sorgum juga cukup
tinggi dibanding bahan pangan lainnya, sehingga cukup potensial sebagai bahan
pangan substitusi beras. Begitu pula kandungan asam aminonya tidak kalah dengan
bahan makanan lainnya (Sirappa, 2003)
Pengembangan
tanaman serelia selain padi dan jagung perlu dilakukan untuk menunjang pengembangan
diversifikasi pangan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan hidup dimasa
mendatang. Tanaman sorgum memiliki keunggulan seperti daya adaptasi luas, tahan
kekeringan, dapat diratun, dan cocok dikembangkan dilahan marginal. Seluruh
bagian tanaman memiliki nilai ekonomis. Selain budidaya yang mudah, sorgum juga
mempunyai manfaat yang sangat luas antara lain untuk pakan ternak, bahan baku
industri makanan dan minuman, bahan baku untuk media jamur merang, industri
alkohol, bahan baku etanol (http://www.pustaka-deptan.co.id, 2010).
Pola
serapan hara tanaman jagung dalam satu musim mengikuti pola akumulasi bahan
kering sebagaimana dijelaskan oleh Olson dan Sander (1988). Sedikit N, P, dan K
diserap tanaman pada pertumbuhan fase 2, dan serapan hara sangat cepat terjadi
selama fase vegetatif dan pengisian biji. Unsur N dan P terus-menerus diserap
tanaman sampai mendekati matang, sedangkan K terutama diperlukan saat silking.
Sebagian besar N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang, daun, dan bunga jantan,
lalu dialihkan ke biji. Sebanyak 2/3-3/4 unsur K tertinggal di batang. Dengan
demikian, N dan P terangkut dari tanah melalui biji saat panen, tetapi K tidak
(Syafruddin et al, 2008).
Kebutuhan
air tanaman adalah jumlah air yang diserap per satuan berat kering tanaman yang
dibentuk. Pengertian ini sering pula disebut dengan istilah “Efisiensi
Penggunaan Air”, dengan pengertian banyaknya air yang diperlukan untuk
membentuk suatu satuan berat kering tanaman. Kebutuhan air untuk setiap jenis
tanaman bervariasi untu golongan cemara 50, sayuran 2500, sedangkan tanaman
pertanian umumnya berkisar antara 300-1000(Sugito, 2004).
Hasil
suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim, teknologi,
dan faktor ekonomi. Dari faktor lingkungan, maka faktor tanah telah banyak
dipelajari dan difahami dibandingkan faktor cuaca dan iklim. Cuaca dan iklim
merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang sukar dikendalikan. Oleh
karena itu dalam usaha pertanian, pada umumnya cara-cara bertani disesuaikan
dengan kondisi iklim setempat. Salah satu contoh kerjasama yang dilakukan oleh
badan meteorologi dan geofisika dan departemen pertanian adalah mengelola hujan
dan sinar matahari yang dapat membantu para petani memperpanjang waktu tanam
pad a waktu musim emarau dengan cara memberi irigasi yang efisien (Tyasyono,
2004).
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Teknik
penyiapan lahan dan pengolahan tanah tanaman sorgum
Penyiapan lahan pada tanaman sorgum adalah
dengan membersihkan lahan dari sisa tanaman sebelumnya, dibersihkan
dari gulma yang mampu menurunkan produktivitas tanaman yang dibudidayakan.
Pengolahan tanah bertujuan antara lain
untuk memperbaiki struktur tanah, memperbesar persediaan air, mempercepat
pelapukan, meratakan tanah dan memberantas gulma. Sebaiknya pengolahan tanah
paling baik dilakukan 2 4 minggu sebelum tanam.
Sedangkan pengolahan tanah pada tanaman
sorgum adalah tergantung dari tanah yang akan dibudidayakan, misalkan tanah
yang memiliki strukutur tanah yang baik yaitu gembur tidak perlu dilakukan
pengolahan tanah hanya perlu dilakukan pengolahan tanah secara ringan yaitu
dengan meratakan tanah tersebut, kemudian langsung dibuat petakan-petakan dan
saluran drainase untuk mengantisipasi kelebihan air. Sedangkan pada tanah yang
memiliki struktur tanah yang jelek perlu dilakukan pengolahan tanah yaitu
dengan cara Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, kemudian
dicangkul atau dibajak 2 kali setelah itu baru digaru dan diratakan. Setelah
tanah diratakan, dibuat saluran drainase di sekeliling atau di tengah lahan.
Ukuran petakan disesuaikan dengan keadaan lahan. Untuk lahan yang hanya
mengandalkan residu air tanah, pengolahan hanya dilakukan secara ringan dengan
mencangkul tipis permukaan tanah untuk mematikan gulma. Tanah yang sudah diolah
sebaiknya diberikan pupuk organik, misalnya pupuk kandang atau kompos.
3.2
Waktu Tanam
Sorgum dapat ditanam pada sembarang musim tanam asalkan
pada saat tanaman muda tidak tergenang atau kekeringan. Namun begitu waktu
tanam yang paling baik adalah pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
Pada areal yang telah disiapkan sebelumnya dibuatkan lubang tanam dengan jarak
tanam disesuaikan dengan varietas yang digunakan, ketersediaan air dan tingkat
kesuburan tanah. Pada tanah yang kurang subur dan kandungan air tanah rendah
sebaiknya di gunakan jarak tanam lebih lebar atau populasi tanam dikurangi dari
populasi baku (seharusnya).
3.3 Penanaman
Jarak tanam sorgum dapat bervariasi sesuai dengan
varietas yang digunakan, ketersediaan air tanah dan kesuburan. Untuk mencapai
hasil yang optimum, varietas pendek dan sedang memerlukan jarak tanam yang
lebih rapat dibandingkan dengan varietas tinggi.
Pada jenis varietas sedang sampai batas tertentu terjadi
kenaikkan hasil dengan semakin tingginya populasi tanam. Sedangkan kebutuhan
benih untuk pertanaman sorgum berkisar 10 kg/ha dengan jarak tanam 70 cm x 20
cm atau 15 – 20 kg/ha dengan jarak tanam 60 cm x 20 cm.
Pada tanah yang kurang subur dan kandungan air tanah
rendah, sebaiknya digunakan jarak tanam lebih lebar atau populasi tanam kurang
dari populasi baku. Untuk mengurangi penguapan air tanah, jarak tanam antar
baris dipersempit tetapi jarak dalam baris diperlebar.
Menanam sorgum dapat dilakukan dengan cara ditugal
seperti halnya menanam jagung, bila jarak tanamnya tidak terlalu rapat. Lubang
tanam diisi sekitar 3 5 biji, kemudian ditutup dengan tanah ringan. Penutupan
tanah secara padat dan berat menyebabkan biji sukar berkecambah.
Tanaman rapat dilakukan dengan menyebar biji di
sepanjang alur garitan dan pengaturan jarak tanam dilakukan pada saat
penjarangan. Tetapi cara ini hanya dapat dilakukan pada tanah yang mempunyai
struktur gembur.
Setelah
umur 3 minggu, tanaman harus segera dijarangi dan ditinggalkan 2 tanaman agar
dapat tumbuh dan berproduksi secara optimum. Pertanaman yang hanya mengandalkan
residu air tanah tidak perlu digemburkan. Pembumbunan dilakukan bersamaan
dengan pemupukan ke 2 (3 – 4 minggu setelah tanam), dengan tujuan untuk
memperkokoh kedudukan tanaman dan untuk menekan penguapan air tanah.
3.4
Pemeliharaan
a. Pengairan
Tujuan
pengairan adalah menambah air bila tanaman kekurangan air. Bila tidak
kekurangan maka pengairan tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, bila kebanyakan
air justru harus segera dibuang dengan cara membuat saluran drainase.
Sorgum
termasuk tanaman yang tidak memerlukan air dalam jumlah yang banyak, tanaman
ini tahan terhadap kekeringan, tetapi ada masa tertentu tanaman tidak boleh
kekurangan air yaitu :
Tanaman berdaun empat, masa bunting waktu biji malai
berisi; pada waktu tersebut tanaman tidak boleh
kekurangan. Selama pertumbuhan pemberian air cukup dilakukan 3 – 6 kali setiap
4 – 10 hari sekali. Pemberian air dilakukan pada sore/malam hari, setelah suhu
tanah tidak terlalu tinggi. Pemberian air dihentikan setelah biji mulai agak
mengeras, hal ini dikarenakan agar biji dapat masak dengan serempak.
b.
Pemupukan.
Pemupukan
adalah penambahan unsur hara kedalam tanah,dengan tujuan agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik dan tidak sampai mengalami defisiensi unsur hara. Tanaman
sorgum banyak membutuhkan pupuk N (Nitrogen), Namun demikian pemupukan
sebaiknya diberikan secara lengkap (NPK) agar produksi yang dihasilkan cukup
tinggi. Dosis pemupukan yang diberikan berbeda-beda tergantung pada tingkat
kesuburan tanah dan varietas yang ditanam, tetapi secara umum dosis yang
dianjurkan adalah 200 kg Urea, 100 kg TSP atau SP36 dan 50 kg KCl. Pemberian
pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu 1/3 bagian diberikan pada waktu tanam
sebagai pupuk dasar bersama-sama dengan pemberian pupuk TSP/SP36 dan KCl.
Sisanya (2/3 bagian) diberikan setelah umur satu bulan setelah tanam. Pemupukan
dasar dilakukan saat tanam dengan cara di tugal sejauh 7 cm dari lubang tanam.
Urea dan TSP/SP36 dimasukkan dalam satu lubang, sedang KCl dalam lubang di sisi
yang lain. Pemupukan kedua juga ditugal sejauh ± 15 cm dari barisan, kemudian
ditutup dengan tanah. Lubang tugal baik untuk pupuk dasar maupun susulan
sedalam ± 10 cm.
c.
Penjarangan Tanaman
Pertumbuhan tanaman sorgum biasanya sudah merata/seragam
pada umur 2 minggu setelah tanam. Namun demikian tidak semuanya tanaman yang
tumbuh di tiap lubang dengan baik. Apabila terdapat tumbuh yang kurang baik
perlu dilakukan Penjarangan dengan mencabut tanaman yang kurang baik tersebut.
Sehingga pada tiap lubang tersisa tanaman yang terbaik untuk dipelihara hingga
panen.
d.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mencabut tumbuhan pengganggu
(gulma) hingga perakarannya secara hati-hati, agar tidak mengganggu perakaran
tanaman utama. Keberadaan gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam
mendapatkan air dan unsur hara yang ada di dalam tanah atau bahkan menjadi
tempat hama atau penyakit. Oleh sebab itu gulma harus secara rutin disiangi.
Gulma yang telah dicabut sebaiknya ditampung atau dikubur di suatu tempat agar
membusuk sehingga kemudian dapat dijadikan kompos.
e. Pembubunan
Pembubunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah
disekitar tanaman sorgum, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal
batang tanaman sorgum sehingga membentuk guludan-guludan kecil yang bertujuan
untuk mengokohkan batang tanaman agar tidak mudah rebah dan merangsang
terbentuknya akar-akar baru pada pangkal batang.
3.4 Konservasi tanah dan air
Pemulsaan
yang sesuai dapat merubah iklim mikro tanah sehingga dapat
meningkatkan kadar air tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Mulsa yang dapat digunakan ialah mulsa dari bahan organik
seperti jerami padi. Keuntungan penggunaan mulsa dari bahan organik ini ialah
dapat diperoleh secara mudah, sebagai sarana konservasi tanah dengan menekan
erosi, meningkatkan
penyerapan air oleh tanah,
memelihara temperatur dan kelembaban
tanah, dapat menghambat gulma dan dapat
menambah bahan organik tanah. Besar kecilnya pengaruh yang
ditimbulkan akibat pemulsaan tersebut akan bergantung pada dosis mulsa yang
digunakan, sehingga diperlukannya dosis mulsa yang tepat. Oleh karena itu, penggunaan sistem olah tanah dan
pemulsaan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.
BAB
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup
potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi
lingkungan yang cukup luas. Teknik budidaya tanaman yang relatif
mudah; tidak banyak perbedaan dengan budidaya tanaman jagung yang sudah biasa
dilakukan oleh petani. Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan,
sebagai bahan pakan ternak, dan sebagai bahan baku industri. Biji sorgum
mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun kandungan taninnya tinggi dan
biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan menggunakan penyosoh
beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder
gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut. Masalah utama pengembangan
sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang relatif
rendah, penerapan teknologi pascapanen yang masih sulit, biji mudah rusak dalam
penyimpanan, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
4.2 Saran
Untuk mengatasi masalah tentang sorghum diperlukan
pengelolaan system produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) melalui empat
dimensi, yaitu: 1) wilayah (areal tanam sorgum), 2) ekonomi (nilai keunggulan
komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), 3) sosial (sikap dan
persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya), dan 4)
industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan
ternak).
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.pustaka-deptan.co.id.
2010. Teknologi Budidaya Tanaman Sorgum.
Tabloid sinar tani Edisi 26 Mei-1 juni2010. No.3356 tahun Xl.
Olson, R.A. and D.H. Sander. 1988. Corn production. In Monograph Agronomy
Corn and Corn
Improvement. Wisconsin. p.639-686.
Sirappa
M.P. 2003. Prospek pengembangan Tanaman Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas
Alternatif Bahan Pangan dan Industri. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang Pertanian : 22(4).
Sudaryono. 1996. Prospek
sorgum di Indonesia: Potensi, peluang dan tantangan pengembangan agribisnis.
Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18
Januari 1995. Edisi Khusus Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4- 1996: 25−38.
Sugito,
Y. 2004. Ekologi Tanaman. UB Press.
Malang.
Syafruddin et al,
2008. Pengelolaan Hara
pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia. Maros.
Tjasyono,
B. 2004. Klimatologi Edisi ke-2. ITB.
Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar