BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awalnya,
tahun 1980, istilah “sustainable agriculture” atau diterjemahkan menjadi
‘pertanian berkelanjutan’ digunakan untuk menggambarkan suatu sistem pertanian
alternatif berdasarkan pada konservasi sumberdaya dan kualitas kehidupan di
pedesaan. Sistem pertanian berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kerusakan
lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian, meningkatkan pendapatan
petani dan meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat di
pedesaan. Tiga indikator besar yang dapat dilihat adalah lingkungannya lestari,
ekonominya meningkat (sejahtera), dan secara sosial diterima oleh masyarakat
petani.
kegiatan
pertanian yang dilakukan manusia berusaha memanfaatkan sumber daya secara
berlebihan sehingga merusak kondisi lingkungan dan biologi, akibatnya terjadi
percepatan kerusakan sumber daya alam, tanah dan air. Keberlanjutan sumber daya
tanah terpengaruh secara nyata, yang ditunjukkan dengan meningkatkan jumlah
masukan dari luar usaha tani yang harus diberikan dari tahun ke tahun untuk
memperoleh target hasil yang sama. Dengan demikian adalah kurang tepat apabila
kedua istilah ini dipadankan, yang satu tidak menunjukkan campur tangan manusia
dan lebih menggantungkan pada kondisi alam, sedang yang lain menitikberatkan
pada campur tangan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam tanpa
menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang.
Pertanian
berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah (LISA) adalah membatasi
ketergantungan pada pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma,
penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanian
campuran, bioherbisida, insektisida organik yang dikombinasikan dengan
pengelolaan tanaman yang baik. Kesalahan persepsi yang sekarang berkembang
bahwa apabila kita tidak melaksanakan pertanian modern, maka kita dianggap
kembali pada pertanian tradisional dan tanaman yang kita produksi akan turun
drastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pertanian organik
dilaksanakan dengan baik dengan cepat memulihkan tanah yang sakit akibat
penggunaan bahan kimia pertanian. Hal ini terjadi apabila fauna tanah dan
mikroorganisme yang bermanfaat dipulihkan kehidupannya. Pada prinsipnya,
pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan
teknologi rendah (low-input technologi) dan upaya menuju pembangunan
pertanian berkelanjutan. Kita mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan
lingkungan, dan kemampuan budi daya manusia dalam merusak lingkungan. Suatu hal
yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumber daya alam ada batasnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
pendekatan kegiatan yang menunjang pertanian berkelanjutan?
2. Apakah
pentingya penerapan pertanian berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan bahan
pokok nasional?
3. Apakah problem dan prospek pertanian organik?
4. Bagaimanakah peluang pengembangan pertanian organik?
5. Bagaimana prospektif pertanian organik di indonesia?
6. Bagaimanakah strategi pengembangan dan pemasyarakatan pertanian organik?
7. Bagaimanakah langkah pengembangan pertanian organik?
1.3 Tujuan
Mengetahui penerapkan
pertanian berkelanjutan dalam pertanian di Indonesia mendukung produksi
tanaman.
1.4 Manfaat
Mampu menerapkan konsep pertanian berkelanjutan
dalam dunia pertanian di Indonesia yang mampu mendukung produksi tanaman.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Kasumbogo Untung, 1997).
Menurut pakar ekologi,
teknologi modern (pertanian tergantung bahan kimia) berdasarkan pertimbangan
fisik dan ekonomi dianggap berhasil menanggulangi kerawanan pangan, tetapi
ternyata harus dibayar mahal dengan makin meningkatnya kerusakan/degradasi yang
terjadi di permukaan bumi, seperti desertifikasi, kerusakan hutan, penurunan
keragaman hayati, selinitas, penurunan kesuburan tanah, pelonggokan (accumulation)
senyawa kimia di dalam tanah maupun perairan, erosi dan kerusakan lainnya.
Sampai saat ini masih merupakan dilema berkepanjangan antara usaha meningkatkan
produksi pangan dengan menggunakan produk agrokimia dan usaha pelestarian
lingkungan yang berusaha mengendalikan/membatasi penggunaan bahan-bahan
tersebut. Penggunaan pupuk pabrik dan pestisida yang berlebihan dan tidak
terkendali mempunyai dampak yang sama terhadap lingkungan: penggunaannya setiap
waktu meningkat, kemangkusannya (efficiency) menurun, dan cenderung berdampak
negatif terhadap lingkungan (Sanganatan, 1989).
Secara
umum, ada dua pemikiran yang melatari pengembangan pertanian organik di
Indonesia. Pertama, pemikiran yang merujuk kepada keprihatinan berbagai
kalangan, baik nasional maupun internasional terhadap keamanan pangan, kondisi
lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan petani. Kedua, pemikiran yang dilatari
oleh degradasi fisik dan kimia sebagian lahan, terutama lahan sawah serta
lingkungan, namun tetap peduli terhadap ketahanan pangan nasional yang harus
bertumpu pada produktivitas tinggi dan stabil, khususnya untuk komoditas padi.
Berdasarkan kedua pemikiran tersebut, pengembangan pertanian organik (dan
penggunaan pupuk organik) dibedakan atas dua pemahaman umum, yang keduanya
samasama penting dan patut dikembangkan (Fagi dan Las 2006 dalam Las, 2006).
Dalam
pembangunan pertanian nasional, ketahanan pangan mempunyai peran yang sangat
strategis karena: 1) akses terhadap pangan dan gizi yang cukup merupakan hak
yang paling azasi bagi manusia, 2) kecukupan pangan berperan penting dalam
pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, dan 3) ketahanan pangan
menjadi salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan ketahanan
nasional yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional,
ketersediaan pangan yang cukup dari segi kuantitas, kualitas, mutu, gizi,
keamanan maupun keragaman, dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat harus dipenuhi (Las, 2006).
Zona agroekologi (ZAE) merupakan salah
satu cara dalam menata penggunaan lahan melalui pengelompokan wilayah
berdasarkan kesamaan sifat dan kondisi wilayah. Pengelompokan bertujuan untuk
menetapkan area pertanaman dan komoditas potensial, berskala ekonomi, dan
tertata dengan baik agar diperoleh sistem usaha tani yang berkelanjutan.
Penyusunan ZAE mengacu pada konsep sistem pakar (expert system). Konsep
ini mengacu pada kesesuaian antara karakteristik lahan, iklim dan persyaratan
tumbuh tanaman. Komponen utama dalam penetapan ZAE adalah kondisi biofisik
lahan (kelerengan, kedalaman tanah, dan elevasi), iklim (curah hujan,
kelembapan, dan suhu), dan persyaratan tumbuh tanaman, agar tanaman dapat
tumbuh dan berproduksi dengan optimum (Safruddin, 2004).
Lahan
pertanian subur sebagian besar telah dimanfaatkan untuk berbagai sektor, baik
sektor pertanian maupun nonpertanian (industri, infrastruktur, pemukiman).
Bahkan lahan sawah intensif telah mengalami penciutan akibat konversi. Sebagian
lahan yang tersisa untuk pengembangan pertanian ke depan adalah lahan suboptimal
atau marginal (tadah hujan, lahan kering masam, dan lahan rawa) dengan berbagai
masalah biofisik, sedangkan lahan subur penyebarannya secara sporadis dengan
berbagai status (aspek legalitas dan penggunaan/peruntukannya). Demikian pula
terjadi persaingan penggunaan lahan yang makin meningkat antara pertanian dan
nonpertanian (pertambangan, perindustrian, pemukiman, infrastruktur) maupun
antara pertanian tanaman pangan dan nonpangan (perkebunan, industri, dan bioenergi).
Oleh karena itu, optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dalam mendukung
pengembangan pertanian di masa yang akan datang perlu ditingkatkan. Untuk
mendukung hal tersebut, perlu dilakukan identifikasi secara rinci serta
pemutakhiran dan akurasi data spasial lahan pertanian potensial yang tersedia
(Mulyani, 2011).
BAB
3. PEMBAHASAN
3.1
Beberapa Pendekatan Kegiatan Yang Menunjang Pertanian Berkelanjutan
Beberapa kegiatan yang
diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan
keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas
lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah
sebagai berikut:
1.
Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan
untuk mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi,
budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan
resiko-resiko lingkungan. Adapun caranya dapat melalui; (1) Penggunaan insek,
reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama atau
dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama sp., sebagai musuh alami dari
parasit telur dan parasit larva hama tanaman. (2) Menggunakan tanaman-tanaman
“penangkap” hama, yang berfungsi sebagai pemikat (atraktan), yang menjauhkan
hama dari tanaman utama. (3) Menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode
alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya menurunkan kebutuhan terhadap
fungsida sintetis. (4) Melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi
pertumbuhan hama setiap tahun .
2.
Sistem Rotasi dan Budidaya Rumput
Sistem
pengelolaan budidaya rumput intensif yang baru adalah dengan memberikan tempat
bagi binatang ternak di luar areal pertanian pokok yang ditanami rumput
berkualitas tinggi, dan secara tidak langsung dapat menurunkan biaya pemberian
pakan. Selain itu, rotasi dimaksudkan pula untuk memberikan waktu bagi
pematangan pupuk organik. Areal peternakan yang dipadukan dengan rumput atau
kebun buah-buahan dapat memiliki keuntungan ganda, antara lain ternak dapat
menghasilkan pupuk kandang yang merupakan pupuk untuk areal pertanian.
3.
Konservasi Lahan
Beberapa
metode konservasi lahan termasuk penanaman alur, mengurangi atau tidak
melakukan pembajakan lahan, dan pencegahan tanah hilang baik oleh erosi angin
maupun erosi air. Kegiatan konservasi lahan dapat meliputi:
1.
Menciptakan
jalur-jalur konservasi.
2.
Menggunakan
dam penahan erosi.
3.
Melakukan
penterasan.
4.
Menggunakan
pohon-pohon dan semak untuk menstabilkan tanah.
4. Menjaga Kualitas Air/Lahan Basah
Konservasi dan perlindungan
sumberdaya air telah menjadi bagian penting dalam pertanian. Banyak diantara
kegiatan-kegiatan pertanian yang telah dilaksanakan tanpa memperhatikan
kualitas air. Biasanya lahan basah berperan penting dalam melakukan penyaringan
nutrisi (pupuk anoraganik) dan pestisida. Adapun langkah-langkah yang ditujukan
untuk menjaga kualitas air, antara lain;
1.
Mengurangi
tambahan senyawa kimia sintetis ke dalam lapisan tanah bagian atas (top soil)
yang dapat mencuci hingga muka air tanah (water table).
2.
Menggunakan
irigasi tetes (drip irrigation).
3.
Menggunakan
jalur-jalur konservasi sepanjang tepi saluran air.
4.
Melakukan
penanaman rumput bagi binatang ternak untuk mencegah peningkatan racun akibat
aliran air limbah pertanian yang terdapat pada peternakan intensif.
5.
Tanaman
Pelindung
Penanaman tanaman-tanaman seperti
gandum dan semanggi pada akhir musim panen tanaman sayuran atau sereal, dapat
menyediakan beberapa manfaat termasuk menekan pertumbuhan gulma (weed),
pengendalian erosi, dan meningkatkan nutrisi dan kualitas tanah.
6. Diversifikasi Lahan dan Tanaman
Bertanam
dengan memiliki varietas yang cukup banyak di lahan pertanian dapat mengurangi
kondisi ekstrim dari cuaca, hama penggangu tanaman, dan harga pasar.
Peningkatan diversifikasi tanaman dan jenis tanaman lain seperti pohonpohon dan
rumput-rumputan, juga dapat memberikan kontribusi terhadap konservasi lahan,
habitat binatang, dan meningkatkan populasi serangga yang bermanfaat. Beberapa
langkah kegiatan yang dilakukan;
1. Menciptakan sarana penyediaan
air, yang menciptakan lingkungan bagi katak, burung dan binatang-binatang
lainnya yang memakan serangga dan insek.
2. Menanam tanaman-tanaman yang
berbeda untuk meningkatkan pendapatan sepanjang tahun dan meminimalkan pengaruh
dari kegagalan menanam sejenis tanaman saja.
7. Pengelolaan Nutrisi Tanaman
Pengelolaan nutrisi tanaman dengan baik
dapat meningkatkan kondisi tanah dan melindungi lingkungan tanah. Peningkatan
penggunaan sumberdaya nutrisi dilahan pertanian, seperti pupuk kandang dan
tanaman kacang-kacangan (leguminosa) sebagai penutup tanah dapat mengurangi
biaya pupuk anorganik yang harus dikeluarkan. Beberapa jenis pupuk organik yang
bisa digunakan antara lain:
1. Pengomposan
2. Penggunaan kascing
3. Penggunaan Pupuk Hijauan
(dedaunan)
4.
Penambahan
nutrisi pada tanah dengan emulsi ikan dan rumput laut.
8. Agroforestri (wana tani)
Agroforestri merupakan suatu
sistem tata guna lahan yang permanen, dimana tanaman semusim maupun tanaman
tahunan ditanam bersama atau dalam rotasi membentuk suatu tajuk yang berlapis,
sehingga sangat efektif untuk melindungi tanah dari hempasan air hujan. Sistem
ini akan memberikan keuntungan baik secara ekologi maupun ekonomi. Beberapa
keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan lahan dengan system agroforestri ini
antara lain:
1.
Dapat
diperoleh secara berkesinambungan hasil tanaman-tanaman musiman
dan tanaman-tanaman tahunan.
dan tanaman-tanaman tahunan.
2.
Dapat
dicegah terjadinya serangan hama secara total yang sering terjadi pada tanaman
satu jenis (monokultur).
3.
Keanekaan
jenis tanaman yang terdapat pada sistem agroforestri memungkinkan terbentuknya
stratifikasi tajuk yang mengisi ruang secara berlapis ke arah vertikal. Adanya
struktur stratifikasi tajuk seperti ini dapat melindungi tanah dari hempasan
air hujan, karena energi kinetik air hujan setelah melalui lapisan tajuk yang
berlapis-lapis menjadi semakin kecil daripada energi kinetik air hujan yang
jatuh bebas.
9. Pemasaran
9. Pemasaran
Petani dan peternak mengakui
bahwa meningkatkan pemasaran merupakan suatu langkah untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih baik. Adapun cara yang dapat dikembangkan antara lain:
1.
Pemasaran
langsung melalui surat permintaan, pasar petani, restoran lokal, supermarket, dan
kios-kios pasar tradisional.
2.
Menggunakan
bisnis usaha kecil produk lokal sebagai bahan mentah makanan olahan.
3.2 Pentingya Penerapan Pertanian Berkelanjutan dalam Memenuhi kebutuhan
Bahan Pokok Nasional
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pertanian di
Indonesia dihadapakan pada semakin menyempitnya lahan pertanian. Sehingga perlu
adanya penambahan luas sawah untuk memenuhi bahan pokok. Selain itu sawah yang
sudah ada perlu dipertahankan kesuburan tanahnya. Salah satu cara dalam menjaga
kesuburan tanh adalah dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan. Masalah
yang sering timbul adalah kesalahan persepsi tentang pertanian organik yang
menerapkan masukan teknologi berenergi rendah (LEISA). Ada yang berpendapat
sistem pertanian dengan masukan teknologi berenergi rendah adalah bertani
secara primitif atau tradisional, seperti yang dikembangkan oleh nenek moyang
kita turun-temurun sebelum diperkenalkan pertanian modern. Sebetulnya sistem
pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern, termasuk: benih hibrida
berlabel, melaksanakan konservasi tanah dan air, serta pengolahan tanah yang
berasaskan konservasi.
Sudah saatnya kita mulai memperhatikan sistem pertanian yang
sepadan baik dari lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi.
Meskipun budi daya organik dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan
kepada pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan, termasuk
konservasi sumber daya lahan, namun penerapannya tidak mudah dan banyak
menghadapi kendala. Faktor-faktor kebijakan pemerintah dan sosio-politik sangat
menentukan arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan
ekonomi.
Memperhatikan pengalaman studi agroekologi pertanian
tradisional diwilayah tropika basah, maka prinsip ekologi dapat digunakan
sebagai panduan dalam mengembangkan pertanian organik. Penerapan suatu
teknologi tidak dapat digeneralisir begitu saja untuk semua tempat, tetapi
harus bersifat spesifik lakasi (site spesific) dengan mempertimbangkan kearifan
tradisional (indigenous knowledge) dari masing-masing lokasi.
Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat
dipilahkan sebagai berikut:
1.
Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan
pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan
kehidupan biologi tanah.
2.
Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur
hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari
luar usaha tani.
3.
Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran
panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan
pencegahan erosi.
4.
Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen
akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan
yang aman.
5.
Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang
saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi
keragaman sistem pertanian terpadu.
Prinsip di atas dapat diterapkan pada beberapa macam
teknologi dan strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaratan (continuity)
dan identitas masing-masing usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas
faktor lokal (kendala sumber daya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada
permintaan pasar. Pada prinsipnya, aliran hara terjadi secara konstan. Unsur
hara yang hilang atau terangkut bersama hasil panen, erosi, pelindian dan
volatilisasi harus digantikan. Untuk mempertahankan sistem usaha tani tetap
produktif dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah dan tidak
melebihi hara yang ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam
tanah setiap waktu.
3.3 Problem
dan Prospek Pertanian Organik
Sampai saat ini masih berkembang
pemahaman yang keliru tentang pertanian organik: (i) biaya mahal, (ii)
memerlukan banyak tenaga kerja, (iii) kembali pada sistem pertanian
tradisional, serta (iv) produksi rendah. Beberapa hal yang menjadi kendala: (a)
ketersediaan bahan organik terbatas dan takarannya harus banyak, (b) transportasi
mahal karena bahan bersifat ruah, (c) menghadapi persaingan dengan kepentingan
lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, (d) tidak adanya
bonus harga produk pertanian organik.
Ada dua macam praktek pertanian yang
berkembang: (1) Teknologi Revolusi Hijau (khusnya sawah), dan (2) Teknologi
Tanah Kering. Teknologi yang pertama cukup berhasil di wilayah dengan
infrastruktur mendukung, sedang teknologi yang kedua pengembagannya masih
sangat terbatas, dan ada kesan masih terabaikan.
Garis besar sejarah pembangungan
pertanian di Indonesia sebelum diperkenalkan teknologi revolusi hijau sampai
sekarang dapat dilihat pada gambar 1.3. Meskipun cukup banyak kritik yang
dilontarkan dengan teknologi hijau, tetapi melalui IPTEK telah membawa Indonesia
dari negara pengimpor beras terbesar menjadi negara swasembada pangan pada
tahun 1984.
3.4 Peluang Pengembangan Pertanian Organik
Setiap orang kurang lebih mempunyai
pendangan yang sama bahwa diperlukan usha meningkatkan produktivitas lahan dan
melaksanakan konservasi tanah dalam mengantisipasi kebutuhan pangan dan
degradasi lahan yang makin meningkat. Dalam melaksanakan program tersebut, ada
beberapa peluang yang perlu diperhatikan, secara rinci dapat dilihat di bawah
ini, dan merupakan salah satu komponen pertanian organik.
- Peningkatan biomassa – sebagai sumber utama masukan organik hanya mungkin dilaksanakan di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi. Tetapi akan banyak menhadapi kendala di daerah yang beriklim relatif kering. Pengembangan jenis tanaman pohon yang cepat tumbuh di sekitar lokasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk meningkatkan bahan organik. Akan tetapi, pengumpulan, prosesing dan pemanfaatan biomassa memerlukan pandangan yang sama.
- Kompos yang diperkaya – bahan dasar pembuatan kompos dianekaragamkan dengan memanfaatkan bahan yang tersedia setempat. Metode yang telah diuji dan diperbaiki, termasuk teknologi EM dan teknologi lainnya perlu pengujian lebih lanjut dan dimasyarakatkan untuk memperbaiki kualitas kompos.
Perspektif
gatra teknis pembangunan pertanian di Indonesia
- Pupuk hayati – yang sudah dimasyarakatkan diperbesar produksinya untuk memberikan kesempatan yang lebih luas pada petani memanfaatkan pupuk hayati. Lebih sepadan mengembangkan pupuk hayati berdasarkan potensi mikroorganisme yang ada di Indonesia. Sedang pupuk hayati yang harus diimpor perlu dikembangkan teknologinya di Indonesia, temasuk alih teknologi
- Pestisida hayati – cukup banyak bahan dasar tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk perlindungan tanaman yang pada saat ini perhatian dan penggunaannya masih sangat terbatas. Hal ini membuka peluang lebih besar dalam menggali keragaman sumber daya hayati kita untuk dikembangkan menjadi pestisida hayati.
- Pengetahuan/Teknologi Tradisional – meskipun cukup banyak teknologi tradisional yang telah berkembang terutama dalam menghasilkan tanaman, perlindungan tanaman tehadap serangan hama dan penyakit, namun masih diperlukan usaha menggali kembali kearifan tradisional dengan tinjauan ilmiah dan mengembangkan teknologi yang akrab dengan lingkungan. Masih cukup banyak wilayah Indonesia yang memerlukan perhatian.
3.5 Prospektif
Pertanian Organik di Indonesia
Penerapannya pertanian organik
banyak menghadapi kendala berupa keruahan (bulkiness) pupuk organik,
takarannya harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan dengan kepentingan
lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik dalam jumlah yang
cukup. Misalnya, limbah panen digunakan untuk makanan ternak, jerami padi
diminati pabrik kertas, ampas tebu digunakan sendiri oleh pabrik gula sebagai
bahan bakar, sampah kota dan pemukiman digunakan untuk menimbun lahan yang
rendah atau cekungan untuk memperluas lahan yang dipersiapkan untuk mendirikan
bangunan terutama di kota-kota besar.
Pupuk hayati masih berada pada taraf
awal pengembangan. Pada waktu ini keberhasilannya masih terbatas, karena
produksinya belum dapat memenuhi jumlah kebutuhan. Kita perlu meneladan negara-negara
yang lebih maju dan berkembang dalam mencukupi kebutuhan pupuk hayati. Di
Indonesia, kebijakan yang berlangsung belum memikirkan ke arah itu, karena
masih mementingkan dan mengunggulkan budi daya kimiawi. Bioteknologi yang
menjadi dasar pengembangan pupuk hayati baru pada tahap awal pengembangan.
Pertanian organik belum dapat ditetapkan secara murni
mengingat cukup banyak kendala yang dihadapi. Pada tahap awal penerapan
pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk mineral, terutama pada tanah-tanah
yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk
organik tidak terlalu banyak yang akan menyulitkan daam pengeloalaannya.
Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik dan
pupuk hayati, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar hara tinggi
dapat dikurangi. Perpaduan budi daya organik dan budi daya kimia disebut Sistem Gizi Tanaman Terpadu (Integrated
Plant Nutrient System) atau dapat juga disebut sebagai Pengelolaan Gizi/Nutrisi Terpadu (PNT).
Sistem ini sudah dimulai dikembangkan oleh FAO di beberapa negara di kawasan
Asia dan Pasifik.
Kosep dasar PNT yang dikembangkan oleh FAO (Ange,
1990) adalah mengembangkan penggunaan sumber daya yang tersedia setempat
(organik, hayati dan mineral) secara terpadu pada tingkat usaha tani dengan
tujuan untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman atau mempertahankan
keterlanjutan kesuburan tanah dalam sistem pertanaman tertentu berdasarkan
target produksi yang akan dicapai.
Komponen budi daya organik dari PNT
bukanlah barang baru, bahkan beberapa unsurnya sudah biasa diterapkan oleh
petani di Indonesia. Misalkan penggunaan inokulan, kompos jerami, pupuk kandang
dan pupuk hijau, hanya teknologinya yang masih perlu dikembangkan dan diperluas.
Dengan PNT jelas memadukan berbagai upaya menyelesaikan berbagai kendala tanah
dalam satu kesatuan paket teknologi. Dalam PNT komponen pupuk organik dan pupuk
hayati berfungsi jangka menengah dan jangka panjang, bertujuan membangun sistem
bekalan hara tanaman dalam tanah yang efektif dan mantap. Komponen pupuk kimia
berfungsi jangka pendek, menanggulangi kekahatan hara sambil menunggu
pembangunan sistem pasokan (supply) hara tanaman secara berkelanjutan. Kalau
PNT berhasil dimapankan, secara berangsur dikembangkan menjadi budi daya
organik murni dengan meninggalkan komponen pupuk kimia.
3.6 Strategi
Pengembangan dan Pemasyarakatan Pertanian Organik
Memperhatikan kondisi pembangunan
pertanian yang sedang berjalan di Indonesia, usaha untuk meningkatkan kebutuhan
pangan sejalan dengan meningkatnya penduduk dan kebutuhan untuk memperbaiki
kesehatan tanah maka pada tahap awal pemasyarakatan pertanian organik
memerlukan strategi dengan cara memadukan beberapa komponen pertanian organik
ke dalam teknologi konvensional yang sedang berjalan. Rekomendasi pelaksanaan
adalah sebagai berikut:
- Teknologi pertanian konvensional tetap dilaksanakan terutama di wilayah yang mempunyai sarana dan prasarana pendukung. Sedang konsep pertanian organik ditetapkan di wilayah yang kurang diminati dan tidak tersentuh teknologi konversional, termasuk lahan kering, lahan marginal, pekarangan dan kebun.
- Dampak negatif teknologi konvensional terhadap ekosistem dan lingkungan perlu dievaluasi dan kemudian dicari usaha pemecahannya, baik menyangkut penggunaan pestisida, pupuk kimia, maupun bahan kimia pertanian lainnya.
- Untuk memasyarakatkan di kalangan petani, maka prinsip pertanian organik perlu dimasukkan kedalam paket teknologi pertanian. Untuk itu diperlukan dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan spesifikasi komoditas yang meliputi teknik budi daya dan pengelolaan usaha tani, mulai dari pengelolaan tanah, penanaman, panen sampai perlakuan pascapanen.
- Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Pengelolaan Hara/Nutrisi Terpadu (PNT) merupakan langkah awal dalam periode transisi sebelum mengarah pada pengembangan pertanian organik murni, dan diperlukan usaha untuk memasyarakatkan secara lebih luas. Model pemasyarakatan PHT dapat diadopsi untuk memasyarakatkan PNT.
- Peluang pemasaran domestik produk organik yang meliputi tanaman sayuran, buah-buahan dan perkebunan perlu diidentifikasi. Di samping itu, pelu dijalin interaksi dan jaringan kerja yang saling menguntungkan antara konsumen dan produsen untuk menjamin pemasaran produk organik secara berkesinambungan.
- Praktek produksi pertanian berkelanjutan pada berbagai sistem usaha tani perlu dikembangkan dengan memperhatikan kondisi agroekosistem dan teknologi yang spesifik lokasi.
- Diperlukan peningkatan pengetahuan melalui jalur pendidikan dan pelatihan tentang kesehatan tanah dan perlindungan tanaman secara organik, yang selanjutnya dapat dijadikan dapat dijadikan sebagai materi penyuluhan pertanian.
- Diperlukan peninjauan kembali kebijakan penggunaan masukan bahan kimia pertanian terutama pestisida dan pupuk kimia yang tidak terkontrol sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan. Monitoring dan evaluasi penggunaan pestisida perlu dilakukan secara intensif.
- Perhatian dan penyuluhan dengan pendekatan pengeloaan DAS di lahan kering miring termasuk pengembangan peternakan perlu dipertimbangkan. Modal pertanian konservasi yang sudah dikembangkan perlu ditinjau kembali untuk mencari model yang sepadan di lahan marginal.
- Perlu adanya ketetapan mekanisme sertifikasi, akreditasi dan labelisasi untuk menjamin kendali mutu (quality control) produk yang menggunakan masukan organik dan yang ditanam secara organik. Standar Dasar Internasional IFOAM dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun peraturan dalam meningkatkan daya saing produk pertanian organik di pasar global.
Pembangunan pertanian pada 3 sampai
4 dekade terakhir telah menghasilkan prestasi yang secara dramatik telah
mengubah produksi tanaman, terutama padi setelah digunakannya varietas unggul
berproduksi tinggi, pemupukan, pemberantasan hamadan perbaikan praktek
pengolahan tanah. Akan tetapi, dengan makin terbatasnya kemungkinan perbaikan
produktivitas tanaman mengakibatkan dampak negatif dari teknologi modern yang
telah diterapkan. Teknologi pertanian organik cukup menjanjikan dalam memperbaiki
terjadinya kekahatan hara, sehingga akan membantu dalam memperbaiki kualitas
dan kapasitas tanah dalam mendukung pertanian berkelanjutan. Sebagai langkah
awal yang perlu dipikirkan adalah strategi untuk memadukan gatra positif
teknologi pertanian organik dan pertanian konvensional.
3.7 Langkah
Pengembangan Pertanian Organik
Kenyataan yang ada bahwa penyiapan
kelengkapan PNT memerlukan waktu yang cukup panjang, tetapi tidak berarti kita
boleh tinggal diam selama ini. Kita perlu mencari terobosan baru. Memang tidak
dapat dipungkiri dan sebagai suatu kenyataan bahwa budi daya kimiawi telah
membuat kita berhasil menjalankan revolusi hijau yang ditandai swasembada beras
pada tahun 1985. Namun biaya sosial-ekonomi, sumber daya tanah dan lingkungan
yang harus dibayar, baik yang nyata maupun yang terselubung dalam jangka
panjang, perlu kita perhatikan. Sudah saatnya kita beralih ke sistem budidaya
masukan rendah yang menjamin keterlanjutan fungsi sumber daya tanah, aman bagi
lingkungan dan memberikan peluang meningkatkan kedudukan sosial ekonomi petani
dan dapat diperbaiki maslahat komparatif lapangan kerja pertanian terhadap
lapangan kerja industri dan jasa. Kita perlu menghidupkan kembali tenik-teknik
bercocok tanam yang telah dikenal petani secara turun-temurun yang pada
dasarnya tidak merupakan komponen pertanian organik. Contoh teknik-teknik yang
umum dilaksanakan petani adalah: pendauran-ulang limbah pertanaman, pemanfaatan
pupuk hijau, pemanfaatan kombinasi pupuk kandang dan pupuk hijau, kompos.
Penyediaan pupuk hijau dapat diatur
melalui pergiliran tanaman dengan tanaman legum seperti kedelai dan/atau kacang
tanah. Dengan cara ini di samping memperoleh pupuk hijau juga memperoleh
panenan komoditas yang berharga. Jadi dalam pergiliran tanaman diatur sekuran-kurangnya
satu pertanaman legum. Di daerah-daerah yang merupakan sentra peternakan sapi
atau ayam, penggunaan pupuk kandang dapat dipadukan dengan program pemupukan
yang biasa dilakukan. Kotoran ayam dikenal kaya P dibanding dengan kotoran
ternak lainnya.
Bahan pembuat kompos
dianekaragamkan, tidak hanya yang tradisional jerami, seperti jerami padi atau
limbah pertanian lainnya. Perlu dianjurkan juga yang belum umum dipergunakan
seperti limbah jamur merang, sersah tebu, belotong, azola dan sampah kota. Di daerah
yang dekat dengan pusat agroindustri seperti pabrik tebu, pabrik tahu, pabrik
alkohol, pabrik bumbu masak, maka limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pupuk organik. Meskipun limbah merupakan persoalan yang cukup rumit kaitannya
dengan masalah pencernaan lingkungan, tetapi limbah agroindustri dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Program kebersihan lingkungan dapat
dipadukan dengan program pengomposan yang berasal dari sampah permukiman dan
perkotaan. Di banyak negara program pengembangan pertanian organik di dekat
perkotaan selalu dihubungkan dengan program kebersihan lingkungan, baik melalui
proses pengomposan di daerah permukiman atau tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah, setelah dilakukakn sortasi jenis sampah berdasarkan kemudahannya terdekomposisi.
Tanpa menunggu kelengkapan syarat menjalankan PNT, sebelum melangkah lebih jauh
pada pengembangan pertanian organik, penggunaan pupuk kimia sudah dapat mulai
dirasionalisasikan. Langkah-langkah ini semua memerlukan dukungan pembaharuan
konsep dan kebikajakan pembangunan pertanian nasional. Kita sudah mengenal
salah satu pembaharuan yang berlangsung dan dimasyarakatkan dalam hal PNT. Kita
harus melangkah dan membenahi konsep dan kebijakan budi daya kimiawi menjadi
PNT. Pada waktu ini pembaharuan pandangan dan sikap masih akan mendapat
tantangan berat kalau menyangkut tanaman pangan. Kemungkinan akan lebih mudah
kalau dicobakan pada pertanaman hortikultura yang banyak mendapatkan perhatian
dalam pengembangan pertanian yang orientasi pada agribisnis.
BAB 4.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kondisi Pertanian sekarang belum
berkelanjutan, karena hasil panen secara fisik merupakan ukuran keberhasilan
kelestarian produksi pertanian. Pertanian organik merupakan salah
satu teknologi alternatif yang memberikan berbagai hal positif, yang dapat
diterapkan pada usaha tani produk-produk bernilai komersial tinggi dan tidak
mengurangi produksi. Untuk menerapkan pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan,
perlu dilakukan upaya:
1. Sosialisasi
pemasyarakatan mengenai pentingnya pertanian yang ramah lingkungan.
2. Penggalakkan
konsumsi produk hasil pertanian organik.
4.2
Saran
Disarankan bagi pihak
yang peduli dengan system pertanian yang berkelanjutan untuk selalu mengingat
ekologi, teknologi dan produksi secara stabil melalui pemeberdayaan alam,
ternak dan manusia. Diperlukan lebih banyak kajian/penelitian untuk mendapatkan
saprotan organik. Usaha tani yang berorientasi pasar global perlu menekankan aspek
kualitas, keamanan, kuantitas dan harga bersaing
DAFTAR
PUSTAKA
Anny Mulyani. Potensi Dan
Ketersediaan Sumber Daya Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30(2):
73-80.
Kasumbogo Untung.
1997 Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Jakarta.
Las, I dkk. 2006. Isu Dan Pengelolaan Lingkungan Dalam
Revitalisasi Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 25(3):
106-114.
Sanganatan, P.D.
and R.L. Sanganatan, 1989. Organic Farming. Backyard Friends series. Cagayen de Oro, Ilo-Ilo. Philippines.
Syafruddin. 2004. Penataan Sistem Pertanian Dan
Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi Di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian, 23(2): 61-67.